SERVICE MANAJEMEN | APA DAN BAGAIMANA MANAJEMEN LAYANAN
Secara
istilah service dapat diartikan sebagai melakukan sesuatu bagi orang
lain. Namun setidaknya ada tiga kata yang mengacu pada istilah tersebut. Yaitu;
jasa, layanan dan servis. Sebagai jasa, service umumnya mencerminkan produk
yang tidak berwujud secara fisik atau tidak terlihat secara nyata (intangible).
Sedangkan sebagai layanan, istilah service menyiratkan segala sesuatu yang
dilakukan oleh pihak tertentu kepada pihak lain. Salah satunya adalah layanan
konsumen (costumer service). Sementara istilah servis lebih mengacu pada
konteks reperasi (repair), misalnya servis sepeda motor, servis computer, dll.
Secara literatur
setidaknya ada empat ruang lingkup
definisi service,yaitu:
Pertama: service menggambarkan
berbagai subsektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti transportasi,
finansial, perdagangan ritel, personal service, kesehatan,
pendidikan, dan layanan publik. Dengan kata lain dapat dikatakan, lingkupnya
adalah industri.
Kedua: service dipandang
sebagai produk tidak berwujud (intangible) yang hasilnya berupa aktivitas,
proses, ketimbang objek fisik, meskipun pada kenyataannya produk fisik juga
dilibatkan.
Ketiga: service merefleksikan
proses, yang mencakup penyampain produk utama, interaksi personal, kinerja
serta pengalaman layanan.
Keempat: service bisa
juga dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama,
yakni service operations yang kerap kali tidak tampak atau diketahui
keberadaannya oleh pelanggan. (back office atau backstage) dan service
delivery yang biasanya tampak (visible) atau diketahui oleh pelanggan
(sering disebut pula front officeatau frontstage).
Pada
zaman maju seperti sekarang ini perusahaan bukan hanya sekedar menjual produk
fisiknya saja namun juga menawarkan solusi. Contoh perusahaan yang menjual
komputer atau notebook. Orang membeli produk tersebut bukan hanya
karena tertarik dengan desain, warna, atau yang bersifat fisiknya saja, namun
justru untuk memanfaatkan kapasitas dan kapabilitas yang terdapat pada produk
tersebut. Dengan demikian sebenarnya antara produk fisik dan serviceyang
terdapat pada keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, keduanya saling
mendukung. Singkat kata, product + service = competitive
advantage. Itulah salah satu strategi menciptakan keunggulan
bersaing dalam era ekonomi dan pemasaran sekarang ini.
Menurut
sejumlah pakar pemasaran bahkan menegaskan bahwa kini telah terjadi pergeseran
cara pandang atau paradigma, dari semula Goods Dominant Logic (GDL)
menjadi Service Dominant Logic (SDL). Esensi pemikiran SDL adalah
penyediaan layanan/jasa merupakan tujuan fundamental dari pertukaran ekonomi
dan pemasaran. Atau dapat kita katakan individu atau kelompok saling
mempertukarkan layanan/jasa. Adapun uang, barang, organisasi dan jejaring
merupakan perantara (intermediaries) atau institusi tambahan dalam proses
pertukaran layanan/jasa dengan layanan/jasa.
Pergeseran
konseptual dari GDL ke SDL yang semula menekankan produk berupa fisik dengan
menekankan fitur spesifik, bergeser menjadi fokus pada layanan dengan
menekankan pada aspek utama pengalaman dan solusi. Lebih penting lagi, SDL
memandang pelanggan sebagai co-creator of value yang berperan aktif
dan dilibatkan dalam seluruh rantai proses layanan.
Problematika Layanan
Jasa/layanan
memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan barang. Jasa/layanan
bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa dan dicoba
sebelum konsumen mengkonsumsinya. Seorang konsumen tidak dapat menilai hasil
dari sebuah jasa sebelum mereka mengalami atau mengonsumsikan sendiri. Sehingga
produk-produk intangible lebih sulit dievaluasi karena bisa menimbulkan
ketidakpastian dan persepsi risiko yang besar.
Secara
garis besar, problematika rumit yang muncul sehubungan dengan karakteristik
intangibility antara lain: jasa/layanan tidak bisa di simpan, jasa relatif
sulit untuk dilindungi dengan hak paten; tidak mudah mengkomunikasikan sebuah
jasa/layanan kepada konsumen; serta harga jasa sulit ditetapkan karena sulit
dihitung; jasa/layanan juga sulit untuk dibuat standarisasi.
Merancang dan Menyampaikan Layanan
“Not
all segments represent equally attractive opportunities for the firm. ”
(Walker, at al., 2006) dalam Tjiptono (2008). Maksud dari pernyataan tersebut
kira-kira, tidak semua segmen merepresentasi hal yang sama dalam membutuhkan
layanan dari sebuah perusahaan sehingga firm perlu membuat cara
penyampaian layanan yang berbeda-beda pula sesuai dengan segmen dan
kebutuhannya.
Konsep
pemasaran modern dilandasi proses yang saling terkait: segmentasi, targeting
dan positioning (STP) adalah suatu strategi penyampaian layanan/jasa sebelum
program-program pemasaran lainnya dilaksanakan. Implikasi dari STP adalah
setiap organisasi pemasaran wajib menentukan secara jelas siapa konsumen yang
ingin dilayani, lalu kemudian merancang dan menyampaikan strategi dan program
pemasaran yang mampu memenuhi kebutuhan, keinginan dan ekspektasi konsumen
sasaran tersebut.
Sistem Penyampaian Layanan
Untuk
menghindari ketidakpuasan dan kekacauan dalam memberikan suatu jasa/layanan,
perusahaan perlu mendesain atau merancang bagaimana sistem layanan terbaik yang
akan dijalankan oleh organisasi untuk menciptakan kepuasan yang maksimal bagi
konsumen atau penerima suatu layanan.
Proses
perancangan sistem penyampaian layanan merupakan proses kreatif yang diawali
dengan menetapkan tujuan layanan. Tujuan ini akan menjadi pemandu utama dalam
mengidentifikasi dan menganalisis semua alternatif yang bisa digunakan untuk
mewujudkannya.
Secara
garis besar, perancangan penyampaian sistem pelayanan meliputi aspek lokasi
fasilitas, tata letak fasilitas, desain pekerjaan, keterlibatan pelanggan,
pemilihan peralatan, dan manajemen kapasitas layanan.
Dalam
mendesain sistem penyampaian layanan memerlukan adanya sebuah cetak biru
layanan (service blueprint) yang menggambarkan sistem layanan atau peta secara akurat
sebuah sistem layanan sedemikian rupa sehingga setiap orang yang terlibat dalam
kegiatan penyampaian layanan tersebut dapat memahami dan melaksanakannya secara
objektif, terlepas dari apa pun peranan maupun sudut pandang individualnya.
Dalam cetak biru tersebut terdapat segala unsur aktivitas, langkah-langkah dan
interaksi secara visual yang menyangkut “siapa melakukan apa, untuk/dengan
siapa, seberapa sering, dan dalam kondisi apa”. Sehingga proses tersebut dapat
dilihat dengan nyata.
Komponen
utama sebuah cetak biru layanan meliputi tindakan pelanggan (costumer
action), onstage contact employee actions, backstage contact employee
actions, dan proses pendukung (support process).
Peran Pelanggan dan Karyawan Dalam
Sistem Layanan
Dalam
berbagai jenis layanan, partisipasi pelanggan dalam proses layanan sangat
diperlukan. Partisipasi pelanggan (costumer participation) mengacu pada tingkat
usaha dan keterlibatan pelanggan, baik mental maupun fisik, sangat dibutuhkan
dalam rangka memproduksi dan menyampaikan suatu layanan. Bahkan tanpa
partisipasi pelanggan, proses layanan bersangkutan tidak bisa berlangsung.
Namun pola keterlibatan dan tingkat keterlibatan saja yang perlu ditetapkan
secara jelas.
Menurut
McColl-Kennedy (2003) dalam Tjiptono (2008), menyatakan tingkat keterlibatan
dan partisipasi pelanggan dalam produksi dan penyampaian layanan bisa
dikelompokkan dalam tiga macam yaitu:
Sekedar
menyediakan informasi kepada penyedia layanan. Contohnya, nasabah mengisi
informasi keuangan saat mengajukan kredit ke bank. Pasien memaparkan secara
rinci tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter saat meminta layanan
kesehatan.
Produksi
bersama (joint production) dengan bantuan dari pekerja jasa. Situasi ini
berlangsung manakala karyawan layanan dan pelanggan sama-sama berpartisipasi
dalam produk layanan. Contohnya: hubungan interaktif antara mahasiswa dan dosen
dalam perkuliahan di kelas.
Pelanggan
merupakan produsen tunggal (swalayan) yang mengerjakan semua aspek service
encounter spesifik. Contohnya: ATM, internet banking, online
ticketing, self service di pusat perbelanjaan, dll.
Secara spesifik manfaat
keterlibatan pelanggan secara langsung ada beberapa macam diantaranya;
pelanggan akan merasakan perceived control yang lebih besar
atau service encounter dan kepuasan yang didapat dari proses produksi
layanan bersangkutan; pemanfaatan teknologi self service bisa meningkatkan ketersediaan,
aksesibilitas, dan kenyamanan layanan, sehingga pelanggan bisa mengakses
layanan kapanpun dan di manapun mereka inginkan; sebagian pelanggan
berpartisipasi lebih besar dalam produksi layanan agar dapat mengurangi perceived
waiting time, dan sebagainya.
Untuk
menghadirkan sebuah jasa/pelayanan terbaik yang diinginkan oleh pelanggan,
organisasi harus lebih kreatif menciptakan inovasi-inovasi baru dalam layanan.
Sehingga excellence service dapat dihadirkan. Layanan prima merupakan
dambaan setiap pelanggan, proses dimulai dari fasilitas, SDM, teknologi,
infrastruktur dan sistem yang mendukung keterlibatan pelanggan dalam proses.
Namun sayangnya, perspektif manajemen operasi bisa tidak serasi dengan
perspektif pemasaran. Di satu pihak, kadangkala pelanggan ingin berpartisipasi
lebih besar dalam rangka mendapatkan costumized services atau individualized
services yang lebih sesuai dengan kebutuhan spesifiknya dan tak jarang
pula pelanggan menyukai peran aktif dalam proses layanan. Namun di lain pihak,
pelanggan mungkin sama sekali tidak bersedia berpartisipasi karena ia sudah
mendelegasikan tugas bersangkutan kepada penyedia layanan atau karena ia tidak
memiliki waktu, pengetahuan atau keterampilan yang dibutuhkan untuk mengambil
alih fungsi-fungsi bersangkutan.
Komentar
Posting Komentar